Tren Etnik Masih Merajai

09.08 Edit Entri

(Foto: Fitri Yulianti/okezone) KAIN tradisional masih akan merajai pasar fesyen dalam negeri. Salah satu faktor penentu keberhasilan adalah pembinaan intensif kepada pengrajin.

Presiden Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI) Sjamsidar Isa memprediksi, eksplorasi kain Nusantara oleh para desainer Tanah Air masih akan terus berlanjut. Alasannya, masih banyak kekayaan negeri yang belum digarap.

“Masih terlalu banyak yang harus diolah, tinggal bagaimana mempunyai suatu jembatan, dan bagaimana bisa bekerja sama. Karena, ini pun bukan suatu pekerjaan yang mudah,” tuturnya secara eksklusif kepada okezone usai konferensi pers Jakarta Fashion Week 10/11 di Potato Head, Pacific Place, Jakarta.

Cita Tenun Indonesia (CTI)—di mana Tjammy, sapaannya, aktif terlibat di dalamnya—menjadi salah satu jembatan dimaksud karena kegiatan fokus pada pembinaan pengrajin lokal. Dalam wadah tersebut, desainer maupun pengrajin saling berbagi ilmu soal kain tradisional.

Dalam menunaikan tanggung jawabnya, desainer diajak ke daerah penghasil kerajinan dan kain tradisional untuk berbagi ilmu dengan pengrajin, mulai dari proses pembuatan kain, membaca selera pasar, hingga pemasarannya.

Kendala bukan tidak mungkin ditemui saat desainer mengarahkan pengrajin untuk membuat kain sesuai selera pasar luar negeri. Butuh kesabaran, mengingat aktivitas membuat kain sudah mendarah daging bagi mereka.

“Kita memberitahu pengrajin, tolong bikin ini, ini, ini. Nah nanti pengrajin jawabnya, ‘dari zaman nenek moyang saya bikinnya begini, kamu suruh saya bikin yang lain.’ Ini mind set-nya beda. Perlu kesabaran. Nantinya kalau sudah diberi wawasan oleh fashion designer, mereka akan terbuka,“ tukas wanita berambut cepak ini.

“Kembali lagi, pengrajin harus mau menerima masukan, desainer juga harus tahu tentang teknik (pembuatan kain). Minta sesuatu yang kalau ditenun enggak mungkin, misalnya,“ imbuh wanita berusia 64 tahun ini.

Tjammy yakin interaksi yang terbangun antara desainer dan pengrajin semakin menampakkan satu tujuan. Salah satunya, seperti dituturkan Tjammy, terbukti pada Festival Batik Nusantara 2009.

“Ingat zaman IPMI masih bikin show Heritage yang sempat diadakan tiga kali? Tiap tahun kita punya show khusus untuk kerajinan tekstil, misal tahun ini bikin batik, semua desainer bikin karya dari batik. Batik dalam artian teknik, yakni tutup, celup, malam. Tidak boleh printing, motif terserah, tapi teknik batik. Di situ banyak desainer belajar. Ini tentu suatu exercise yang baik,“ kata Tjammy mengisahkan.

Cita Tenun Indonesia (CTI) juga pernah menerbitkan buku pengembangan warisan budaya tenun Indonesia yang menyediakan pengetahuan dasar tradisi tenun Indonesia. Buku tersebut diberi judul Tenun: Handwoven Textiles of Indonesia saat perayaan CTI yang ke-2.

Buku ditulis dalam bahasa Inggris oleh para pencinta, pemerhati, dan pengrajin tenun. Buku sekaligus menjadi salah satu media dan pembuktian bahwa tenun merupakan produk murni Indonesia yang harus dijaga.
(ftr)

Artikel Terkait

Previous
Next Post »